Sunday, February 18, 2018

Bedah Buku Misykat





Kata Pengantar

T
Tema diatas menggunakan buku yang berjudul lengkap: Misykat – Refleksi Tentang, Westernisasi, Liberalisasi dan Islam, buah pena dari Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi.

Bedah bukunya diadakan dua kali - disesuaikan dengan kesiapan bahan penyampaiannya oleh pembawa materi (karena memahaminya tidak lah mudah, terutama ada istilah-istilah yang muskil), pada tanggal 17 Jumadil Awal 1439 H yang bertepatan tanggal 3 Februari 2018. Setelah itu, dua minggu berikutnya, dilanjutkan lagi tangal 1 Jumadil Akhir 1439 H yang bertepatan tanggal 17 Februari 2018 oleh pembawa (pembedah) bukunya yaitu: Andang Purnama, Anggota Board of Trusty (BOT) IMAAM.

Bahan ini disusun dari bentuk slide powerpoint oleh pembawa bedah buku, Andang Purnama dan tambahan seperlunya dari admin blog. Selamat menyimak. Billahi Taufiq wal-Hidayah. □ AFM



PENDAHULUAN


S
iapa Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi? Beliau adalah putra ke-9 dari keluarga ulama, KH Imam Zarkasyi, salah seorang pendiri Pesantren Gontor Ponorogo, Jawa Timur. Ia lulus program doktor (Ph.D.) dari International Institute of Islamic Thought and Civilization – International Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM) Malaysia, September 2006.

   Sebelumnya ia menamatkan pendidikan menengahnya di Kulliyatul Mualimin Al-Islamiyah Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur. Pendidikan S1 di Institute Studi Islam Darussalam (ISID) di pondok yang sama. Pendidikan S2 (MAEd) dalam bidang pendidikan di peroleh dari The University of Punjab, Lahore, Pakistan (1986). Pendidikan S2 selanjutnya (M.Phil) dalam Studi Islam diselesaikan di University of Birmingham United Kingdom (1998).

Kegiatan-kegiatannya:

Ketua Umum Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesia (MIUMI)
  Pemimpin Redaksi Majalah ISLAMIA dan direktur Institute for
  the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS)
  Penulis di berbagai media massa dan beberapa jurnal
  Pengajar dan pemimpin Program Kaderisasi Ulama dan 
  Pascasarjana ISID Gontor Ponorogo

Judul Misykat merupakan istilah yang berasal dari Al-Qur’an surat An-Nur ayat 35. Firman Allah sebagai berikut:

اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ

Artinya:

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.

Tafsir Misykat lainnya, tempat berkumpulnya cahaya yang di dalamnya terdapat lampu atau lainnya yang bercahaya. Dalam kaitan dengan buku ini artinya buku ini menerangi hal-hal yang selama ini masih samar-samar dari anak (lanjutan) tema buku ini. Dengan itu diharapkan dapat menjelaskan seterang mungkin – seumpama sama dengan makna Misykat yang diterangkan dalam surat An-Nur tersebut.

   Penulisan buku tersebut diambil dari kumpulan tulisan yang ada di majalah ISLAMIA dan jurnal Islamia Republika sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2012. Tulisannya berupa opini-opini lepas yang tidak bersifat akademik namun bisa dijadikan rujukan akademik.

   Refleksi tentang Westernisasi, Liberalisasi dan Islam adalah tulisan untuk memahami cara pandang Barat yang menawarkan konsep Westernisasi, Sekularisasi dan Liberalisasi.

Selain itu, juga memandang apa pengertian-pengertian dari isme-isme lainnya seperti feminisme, humanisme, dekonstruksionisme dan relativisme dari sudut pandang Islam.

   Berangkat dari pengetahuan yang telah diangkat seperti tersebut diatas ini, maka dapatlah penulis buku ini mengkritisi apa sebenarnya dari program Liberalisasi Pemikiran Islam selama 4 dekade telah beredar dikalangan publik.

Dalam mengisi kekosongan kajian mengenai wacana di atas dari kaca mata Islam, disusunlah Buku Misykat ini yang terdiri dari dua bab, yakni:

Bab Pertama: Membahas De-Westernisasi:

Terdiri dari 14 tulisan atau makalah yang sebagian besar  berisi tentang refleksi diri maupun situasi ummat Islam dan memahami cara pandang barat khususnya tentang Ketuhanan, Agama, Humanisme dan isme-isme lain. Kemudian diakhiri dengan suatu Tanya Jawab untuk Memahami Hakikat Barat sebanyak 20 soal kemudian dijawab (Tanya Jawab ini disajikan terpisah, karena penulisannya cukup panjang).

Bab Kedua: Membahas Deliberaliasasi:

Terdiri dari 22 tulisan atau makalah yang umumnya berisi tentang tentang informasi faham-faham yang diusung barat seperti ideologi, teologi liberal, pluralisme, toleransi, kebebasan dan muslim seperti ideologi dan teologi liberal, moderat dan pluralisme, toleransi, penghujatan, desakralisasi teks dalam Al-Quran termasuk di dalamnya perang pemikiran. Kemudian diakhiri dengan suatu Tanya Jawab mengenai Liberalisasi Pemikiran Islam sebanyak 23 soal kemudian dijawab (Tanya Jawab ini disajikan terpisah, karena penulisannya cukup panjang).



ISI DARI BAB PERTAMA
MENGENAI DE-WETERNISASI BARAT


Sejarah Pencarian Barat Dalam Memaknai Tuhan

   Dalam mencari Tuhan, prosesnya menggunakan metode mencari kebenaran yang prosesnya jauh lebih penting daripada kebenaran itu sendiri. Dan ini tidak pernah selesai. Bahkan kebenaran dianggap (disimpulkan) relatif dan menjadi hak dan milik semua orang.

Dengan itu ada yang berpandangan atau diharap berpandangan: “Jika Islam ingin maju (maka hendaklah) seperti Barat, maka harus meniru Barat”. Pandangan mereka, baik atau buruk tidak perlu berasal dari Tuhan. Karena Tuhan, seperti dikutip dari filsuf Nietzsche, “Tuhan telah mati.”

   Penglihatan atau kesan atau katakanlah kesimpulan dari Timur: Bahwa Barat dikenal sebagai kekuatan teknologi, sementara Timur dianggap sebagai sumber kebajikan, pengalaman, kematangan yang nilai spiritual dan energinya “menakutkan Barat”. Kalau para pendeta Kristen di Barat meratapi, “Spiritual has gone to the East”, maka Timur akan menegaskan, semua agama terbit di Timur tetapi ketika diBaratkan, ia justru tenggelam (bahkan sirna).

   Pandangan Barat terhadap Tuhan: Berisi mengenai diskursus tentang Tuhan oleh berbagai filsuf dan pemikir dunia seperti Nietzche, Voltaire, Plato, Hegel, Aristotle, Newton, Feurbach, Karl Mark, Charles Darwin, Sartre hingga Herman Cohen. Dalam konsep mereka, Tuhan hanya sekadar ide, dalam bentuk mitos yang tidak berwujud, seperti mitologi dalam khayalan. Barat akhirnya menjadi peradaban yang maju tanpa teks maupun otoritas teolog.

Bahkan di Inggris, survei tahun 2004, menunjukkan 15,5% penduduknya tidak percaya pada agama. Sementara dalam konsep Islam, Tuhan telah sempurna sejak awal. Penjelasan Al-Qur’an dan Al-Hadist cukup untuk membangun peradaban sampai akhir jaman.

Ironisnya kata Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi dalam menangkap kehidupan beragama di Indonesia yang justru kebarat-baratan. Karena zaman globalisasi, santri-santri diajari dogma Tuhan, yaitu: semua agama sama. “Kalau Anda tidak pluralis, Anda pasti teroris.” Begitu anggapan atau paham mereka kini.

   Kecerdasan dan Keimanan dalam kajian riset mereka, menyimpulkan adanya korelasi negatif antara kecerdasan dan keimanan yang menyatakan, bahwa: “Semakin cerdas semakin sekuler, semakin bodoh semakin religious”.

Namun kenyataan di lapangan, riset ini pembuktiannya kabur. Artinya, semakin cerdas semakin tidak religious tidak bisa dibuktikan. Dalam pantauan Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, justru: “Semakin cerdas seorang Muslim, semakin dekat dengan Tuhannya”.

   Buku ini juga menyorot diskursus agama (Kristen) yang (terjadi di Eropa atau Barat) adalah berpindah dari teolog ke tangan filsuf dengan produknya, filsafat agama.

Iconoclasme (berasal dari kosakata Yunani), yang pada awalnya berupa aliran keagamaan atau cara berpikir yang akhirnya menafikan pemujaan terhadap gambar (karena simbul agama Kristen selalu menggunakan gambar bahkan patung). Sekarang makna Iconoclasme berarti penghancurkan doktrin keagamaan, kebenaran yang bahkan bermuara pada perusakan (suatu sikap atau perilaku permusuhan terbuka terhadap larangan, norma dan kepercayaan yang dominan atau nilai “tak tersentuh” lainnya.  – [fr.wikipedia.org/wiki/ Iconoclasme]


   Selanjutnya, munculnya kelompok Orientalis/Barat. Penolakan terhadap prinsip dasar Islam tentang Nabi Muhammad dan Al-Qur’an - Nilai Agama Kristen bagi Barat telah disamakan saja dengan Islam. Menghadapi kelompok ini, sikap kita (umat Islam), memahami (dengan mengambil) hikmahnya yaitu untuk bisa "berlaku adil" terhadap peradaban lain.

   Konsep Orientalis sejak 350 tahun yang lalu adalah: Bahwa visi sekuler, humanis, ateis, agnostik, liberal berlindung kepada Hak Azazi Manusia (HAM) tahun 1948.

Hak-Hak Asasi Manusia (Bahasa Inggris: Universal Declaration of Human Rights - singkatannya: UDHR) adalah sebuah pernyataan yang bersifat anjuran yang diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (A/RES/217, 10 Desember 1948 di Palais de Chaillot, Paris). Pernyataan ini terdiri atas 30 pasal yang menggaris besarkan pandangan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU-PBB) tentang jaminan Hak-Hak Asasi Manusia (HAM) kepada semua orang. Eleanor Roosevelt, ketua wanita pertama Komisi HAM (Bahasa Inggris: Commission on Human Rights; singkatan: CHR) yang menyusun deklarasi ini, mengatakan, "Ini bukanlah sebuah perjanjian... [Pada masa depan] ini mungkin akan menjadi Magna Carta (Undang-Undang Dasar) Internasional." [id.wikipedia.org]

   Sementara itu Ummat Islam meluncurkan Cairo Declaration on Human Right in Islam, 5 Agustus 1990. Deklarasi tidak ekslusif (partikular), mengutamakan perlindungan manusia, menjauhi diskriminasi dalam berbagai bentuk dan melarang eksploitasi manusia.

Deklarasi Kairo tentang Hak Asasi Manusia dalam Islam adalah deklarasi hak asasi manusia yang diadakan di Kairo, Ibukota Mesir pada tahun 1990 oleh Organisasi Konperensi Islam (OKI) dan diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Deklarasi ini merumuskan poin-poin hak asasi manusia dalam perspektif nilai-nilai ajaran Islam. Dalam deklarasi ini, terdapat sekitar 25 pasal yang sebagian besar mengutip dari Al-Qur’an, sebagai dasar acuan dan sumber ajaran nilai-nilai Islam. [id.wikipedia.org/wiki]

   Konsep ateis, menurut Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, karena lemah iman dan salah ilmu. Menyitir teolog Karen Armstrong, bicara ilmu apa saja asal jangan membawa-bawa (nama) Tuhan.

   Di Amerika, meski bertolak belakang, bahwa agama dan politik harus terpisah, agama justru berperan dalam rekayasa politik. Peranan gereja seperti halnya ditahun 80-an. Dualisme yang kontradiktif namun digunakan secara bersamaan. Sikap mendua. Karena adanya pendapat yang dari munculnya dua filsuf Islam yang berpengaruh di barat, Ibn Rusyd dan Al-Ghazali.


Kesimpulan Dan Bahasan Tanya Jawab De-Westrenisasi

   Dalam pasal “Tanya - Jawab” yang berintikan kepada masalah-masalah hubungan Islam dan Barat, kesalahpahaman, kelompok mahasiswa Muslim yang tergiur mengusung Rasionalisasi, Sekularisasi dan Liberalisasi Islam. Sekaligus, penekanan pentingnya pendidikan Islam agar umatnya bersatu.



ISI DARI BAB KEDUA
DELIBERALISASI


Liberalisme

   Menurut Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, Liberalisme adalah suatu ideologi politik yang berpusat pada individu dan gencar diusung pada abad ke 19 di  Eropa yaitu: Memiliki hak dalam pemerintahan; Persamaan hak dihormati; Hak berekpresi dan bertindak; Etika sosial yang membela kebebasan dari ikatan-ikatan agama, ideologi dan kesempatan.

Akibatnya, peradaban Barat memisahkan agama dari urusan sosial dan politik, dan menjunjung tinggi Sekularisme, Pluralisme, Persamaaan dan Relativisme.

Peristiwa 11 September 2001 sebagai media atau platform gerakan liberalisme terhadap Islam. Di Indonesia, Sikap kritis terhadap Islam melalui kelompok-kelompok Lembaga Swadaya Masyarahat (LSM), pusat studi dan semacamnya.


Perlawanan Terhadap Liberalisme

   Kajian terhadap wacana tokoh liberal adalah bahwasanya: Metodologi, framework, konsep dan teori mereka, bertentangan dengan tradisi intelektual Islam.

Pemikiran Liberal untuk mewujudkan masyarakat sipil (civil society) dengan “Jargon” (semangat atau paham atau menggunakan paham) Liberalisme seperti: pluralisme, multikulturalisme, kesetaraan jender, feminisme, demokratisasi, humanisme, kebebasan, hak asasi manusia.

Hal ini mendorong munculnya berbagai tulisan (thesis, skripsi, jurnal, buku-buku) untuk menjelaskan kedekatan Islam dengan ide-ide, konsep dan sistim masyarakat sipil seperti tersebut diatas - tujuan jangka panjangnya untuk mengubah keyakinan umat Islam, dalam pengertian sama dengan paham liberalisme seperti yang disebutkan itu.


Tokoh-Tokoh Liberal Dalam Dunia Islam

   Dapat disebutkan disini beberapa tokoh Liberal dalam dunia Islam seperti: Nasr Hamid Abu Zayd, Muhammad Arkoun  (Studi Al-Qur'an), Muhammd Syahrur (Hukum Islam), Syed Hossein Nasr (Pluralisme), Aminah Wadud, Asghar Ali, Fatimah Mernisi (Feminisme), Abdullahi Ahmad an-Naim (Politik).

Upaya mereka ini adalah membongkar aspek teologi dan epistemologi Islam sampai ke akarnya untuk mengubah keyakinan umat Islam terhadap Al-Qur’an, Sunnah Rasul, Hari Akhir, Otoritas Ulama, termasuk mengembangkan Plurarisme Agama.

Dalam menghadapi “serangan gencar” seperti tersebut diatas, kita jangan berpangku tangan. Untuk itu perlu ada kesadaran bagi umat Islam untuk mengetahui, menjawab dan membalas (to counter) paham-paham di Barat yang dibanggakan oleh Orang Liberal ini.


Gerakan Moderat

   Gerakan Moderat ini harus ada jawabannya terhadap usaha-usaha mereka yang me-stigmatisasi umat Islam dengan "jargon" atau mencap sebagai Fundamentalisme dan Terorisme. Mestinya: Tidak anti bangsa semit, menentang kekhalifahan, kritis terhadap Islam, Nabi bukan contoh yang perlu ditiru, pro kebebasan beragama dan kesetaraan jender, menentang jihad dan supremasi Islam, pemerintah sekuler dan lain-lain.


Gerakan Pluralisme dan Toleransi

   Menggunakan jargon-jargon: Toleransi masing-masing agama, ras, suku dan kepercayaan berpegang pada prinsip masing-masing dan menghormati prinsip dan kepercayaan orang lain; Tidak berpegang pada dasar apapun; Tidak ada kebenaran tunggal; Bahkan kebenaran itu tidak ada; Tidak boleh memiliki keyakinan bahwa agama dan kepercayaan mereka benar atau paling benar.


Kebebasan Penistaan, Penghujatan, Dan Desakralisasi Teks

   Dicabutnya UU no. 5/1969 tentang larangan menista agama; Penghinaan terhadap agama tidak ada hukum dan aturannya. Padahal kebebasan menista pada akhirnya menista kebebasan itu sendiri (kebebasan orang lain); Munculnya penistaan terhadap simbol-simbol agama atas nama kebebasan berbicara; Penafsiran berbeda dan keraguan terhadap Al- Qur’an.

Menurut Dr. Hamid Fahmy Zarkasi bahwa: Pluralitas agama, kultur dan budaya adalah sunnatullah, tapi doktrin pluralisme adalah doktrin peradaban Barat yang mencoba membangun persamaan dari perbedaan bahkan cenderung menghilangkannya; Islam adalah agama yang memberi rahmat bagi penduduk alam semesta; Rahmat Islam adalah kekayaan kopsep yang mencerminkan pandangan hidup; Konsep-konsep asing dapat terakomodasi dalam Islam; Islam tidak datang ke suatu negara untuk menguras harta mereka, justru memakmurkannya; Islam bertentangan dengan prinsip pluralisme agama tapi memiliki rasa toleransi yang tiada bandingannya; Islam adalah agama eksklusif, sebab selain jalan Islam tidak dianggap selamat.


Kesimpulan Dan Bahasan Tanya Jawab Liberalisasi Pemikiran Islam

   Perlu kebajikan untuk mengalahkan kejahatan dan kekerasan; Perlu pemahaman dan kesadaran yang kuat untuk menjawab dan membalas gerakan “isme” yang tidak sesuai dengan ajaran dan tuntunan dalam Islam;
Perlu berjihad secara intelektual untuk memerangi pemikiran-pemikiran yang menyesatkan; Perlu dukungan yang kuat kepada MUI dan fatwa-fatwanya.


PENUTUP

   Demikianlah pembahasan buku Misykat ini dibawakan (disampaikan) dengan baik oleh Andang Purnama menggunakan presentasi Microsof Powerpoint, seselesainya penyampai ditanggapi oleh peserta buku yang bersifat pertanyaan dan penjelasan tambahan.

   Sebelum dimulainya bedah buku yang pertama. Penulisnya. Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi - selama 5 menit melalui rekaman telepon, menjelaskan pokok dari isi buku Misykat ini, dan akan dilanjutkan (sedang dipersiapkan) penulisan berikutnya yang menjelaskan konsep Islam – sebagai rahmat bagi alam semesta. Fasilitas percakapan dari penulis buku Misykat ini dapat terselenggara oleh kawan sealmamaternya dari Universitas of Birmingham, United Kingdom yang menjadi peserta bedah buku di IMAAM Center yang diadakan setiap 2 minggu sekali.

   Tanggapan oleh peserta buku umum bersifat pertanyaan,  dan penjelasan tambahan. Bahkan ada “sanggahan” dari peserta mengenai tokoh-tokoh yang dianggap liberal oleh penulis buku ini. Selanjutnya diterangkan oleh peserta buku juga bahwa memang orang tersebut mempunyai pemikiran yang tidak persis sama seperti yang dikehendaki Islam. Terma-terma menggunakan jalan fikiran Barat atau Sejarah Barat dalam pengalamannya beragama yang tidak sama dengan Islam. Yang lainnya adalah penjelasan atau penegasan tambahan dari peserta untuk menjelaskan Sejarah Barat masa abad tengah dalam beragama dengan Sejarah Islam di abad tengah berbeda. Pengalaman Barat yaitu: Barat maju (teknologinya) karena meninggalkan agamanya, sebaliknya dari pengalaman sejarah Islam. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM