Kata Pengantar
T
|
Tema diatas menggunakan buku yang berjudul
lengkap: Misykat – Refleksi Tentang, Westernisasi, Liberalisasi dan Islam, buah
pena dari Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi.
Bedah
bukunya diadakan dua kali - disesuaikan dengan kesiapan bahan penyampaiannya oleh pembawa materi (karena memahaminya tidak lah mudah, terutama ada istilah-istilah yang muskil),
pada tanggal 17 Jumadil Awal 1439 H yang bertepatan tanggal 3 Februari 2018.
Setelah itu, dua minggu berikutnya, dilanjutkan lagi tangal 1 Jumadil Akhir
1439 H yang bertepatan tanggal 17 Februari 2018 oleh pembawa (pembedah) bukunya
yaitu: Andang Purnama, Anggota Board of Trusty (BOT) IMAAM.
Bahan ini disusun dari bentuk slide powerpoint
oleh pembawa bedah buku, Andang Purnama dan tambahan seperlunya dari admin
blog. Selamat menyimak. Billahi Taufiq wal-Hidayah. □ AFM
PENDAHULUAN
S
|
iapa Dr. Hamid Fahmy
Zarkasyi? Beliau adalah putra ke-9
dari keluarga ulama, KH Imam Zarkasyi, salah seorang pendiri Pesantren Gontor
Ponorogo, Jawa Timur. Ia lulus program doktor (Ph.D.) dari
International Institute of Islamic Thought and Civilization – International
Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM) Malaysia, September 2006.
Sebelumnya ia menamatkan pendidikan
menengahnya di Kulliyatul Mualimin Al-Islamiyah Pondok Modern Darussalam Gontor
Ponorogo Jawa Timur. Pendidikan S1 di Institute Studi Islam Darussalam (ISID) di
pondok yang sama. Pendidikan S2 (MAEd) dalam bidang pendidikan di peroleh dari
The University of Punjab, Lahore, Pakistan (1986). Pendidikan S2 selanjutnya
(M.Phil) dalam Studi Islam diselesaikan di University of Birmingham United
Kingdom (1998).
Kegiatan-kegiatannya:
• Ketua Umum Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesia
(MIUMI)
•
Pemimpin Redaksi
Majalah ISLAMIA dan direktur Institute for
the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS)
the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS)
•
Penulis di
berbagai media massa dan beberapa jurnal
•
Pengajar dan
pemimpin Program Kaderisasi Ulama dan
Pascasarjana ISID Gontor Ponorogo
Pascasarjana ISID Gontor Ponorogo
Judul Misykat merupakan istilah yang berasal
dari Al-Qur’an surat An-Nur ayat 35. Firman Allah sebagai berikut:
اللَّهُ
نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ
Artinya:
Allah
(Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah
seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.
Tafsir Misykat lainnya, tempat berkumpulnya
cahaya yang di dalamnya terdapat lampu atau lainnya yang bercahaya. Dalam
kaitan dengan buku ini artinya buku ini menerangi hal-hal yang selama ini masih
samar-samar dari anak (lanjutan) tema buku ini. Dengan itu diharapkan dapat
menjelaskan seterang mungkin – seumpama sama dengan makna Misykat yang
diterangkan dalam surat An-Nur tersebut.
Penulisan
buku tersebut diambil dari kumpulan tulisan yang ada di majalah ISLAMIA dan
jurnal Islamia Republika sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2012. Tulisannya
berupa opini-opini lepas yang tidak bersifat akademik namun bisa dijadikan
rujukan akademik.
Refleksi
tentang Westernisasi, Liberalisasi dan Islam adalah tulisan untuk memahami cara
pandang Barat yang menawarkan konsep Westernisasi, Sekularisasi dan
Liberalisasi.
Selain itu, juga memandang apa
pengertian-pengertian dari isme-isme lainnya seperti feminisme, humanisme,
dekonstruksionisme dan relativisme dari sudut pandang Islam.
Berangkat
dari pengetahuan yang telah diangkat seperti tersebut diatas ini, maka dapatlah
penulis buku ini mengkritisi apa sebenarnya dari program Liberalisasi Pemikiran
Islam selama 4 dekade telah beredar dikalangan publik.
Dalam mengisi kekosongan kajian mengenai wacana
di atas dari kaca mata Islam, disusunlah Buku Misykat ini yang terdiri dari dua
bab, yakni:
Bab Pertama: Membahas De-Westernisasi:
Terdiri
dari 14 tulisan atau makalah yang sebagian besar berisi tentang refleksi diri maupun situasi
ummat Islam dan memahami cara pandang barat khususnya tentang Ketuhanan, Agama,
Humanisme dan isme-isme lain. Kemudian diakhiri dengan suatu Tanya Jawab untuk Memahami Hakikat Barat sebanyak 20 soal kemudian dijawab (Tanya Jawab ini disajikan terpisah, karena penulisannya cukup panjang).
Bab Kedua: Membahas Deliberaliasasi:
Terdiri
dari 22 tulisan atau makalah yang umumnya berisi tentang tentang informasi
faham-faham yang diusung barat seperti ideologi, teologi liberal, pluralisme,
toleransi, kebebasan dan muslim seperti ideologi dan teologi liberal, moderat
dan pluralisme, toleransi, penghujatan, desakralisasi teks dalam Al-Quran
termasuk di dalamnya perang pemikiran. Kemudian diakhiri dengan suatu Tanya Jawab mengenai Liberalisasi Pemikiran Islam sebanyak 23 soal kemudian dijawab (Tanya Jawab ini disajikan terpisah, karena penulisannya cukup panjang).
ISI DARI BAB PERTAMA
MENGENAI DE-WETERNISASI BARAT
Sejarah Pencarian Barat Dalam Memaknai Tuhan
Dalam
mencari Tuhan, prosesnya menggunakan metode mencari kebenaran yang prosesnya
jauh lebih penting daripada kebenaran itu sendiri. Dan ini tidak pernah
selesai. Bahkan kebenaran dianggap (disimpulkan) relatif dan menjadi hak dan
milik semua orang.
Dengan itu ada yang berpandangan atau diharap
berpandangan: “Jika Islam ingin maju (maka hendaklah) seperti Barat, maka harus
meniru Barat”. Pandangan mereka, baik atau buruk tidak perlu berasal dari
Tuhan. Karena Tuhan, seperti dikutip dari filsuf Nietzsche, “Tuhan telah mati.”
Penglihatan
atau kesan atau katakanlah kesimpulan dari Timur: Bahwa Barat dikenal sebagai
kekuatan teknologi, sementara Timur dianggap sebagai sumber kebajikan,
pengalaman, kematangan yang nilai spiritual dan energinya “menakutkan Barat”.
Kalau para pendeta Kristen di Barat meratapi, “Spiritual has gone to the East”, maka Timur akan menegaskan, semua
agama terbit di Timur tetapi ketika diBaratkan, ia justru tenggelam (bahkan
sirna).
Pandangan
Barat terhadap Tuhan: Berisi mengenai diskursus tentang Tuhan oleh berbagai
filsuf dan pemikir dunia seperti Nietzche, Voltaire, Plato, Hegel, Aristotle,
Newton, Feurbach, Karl Mark, Charles Darwin, Sartre hingga Herman Cohen. Dalam
konsep mereka, Tuhan hanya sekadar ide, dalam bentuk mitos yang tidak berwujud,
seperti mitologi dalam khayalan. Barat akhirnya menjadi peradaban yang maju
tanpa teks maupun otoritas teolog.
Bahkan di Inggris, survei tahun 2004, menunjukkan
15,5% penduduknya tidak percaya pada agama. Sementara dalam konsep Islam, Tuhan
telah sempurna sejak awal. Penjelasan Al-Qur’an dan Al-Hadist cukup untuk membangun
peradaban sampai akhir jaman.
Ironisnya kata Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi dalam menangkap
kehidupan beragama di Indonesia yang justru kebarat-baratan. Karena zaman
globalisasi, santri-santri diajari dogma Tuhan, yaitu: semua agama sama. “Kalau
Anda tidak pluralis, Anda pasti teroris.” Begitu anggapan atau paham mereka
kini.
Kecerdasan
dan Keimanan dalam kajian riset mereka, menyimpulkan adanya korelasi negatif
antara kecerdasan dan keimanan yang menyatakan, bahwa: “Semakin cerdas semakin
sekuler, semakin bodoh semakin religious”.
Namun kenyataan di lapangan, riset ini
pembuktiannya kabur. Artinya, semakin cerdas semakin tidak religious tidak bisa
dibuktikan. Dalam pantauan Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, justru: “Semakin cerdas
seorang Muslim, semakin dekat dengan Tuhannya”.
Buku
ini juga menyorot diskursus agama (Kristen) yang (terjadi di Eropa atau Barat)
adalah berpindah dari teolog ke tangan filsuf dengan produknya, filsafat agama.
Iconoclasme
(berasal dari kosakata Yunani), yang pada awalnya berupa aliran keagamaan atau cara
berpikir yang akhirnya menafikan pemujaan terhadap gambar (karena simbul agama Kristen
selalu menggunakan gambar bahkan patung). Sekarang makna Iconoclasme berarti penghancurkan doktrin keagamaan, kebenaran yang
bahkan bermuara pada perusakan (suatu sikap atau perilaku permusuhan terbuka
terhadap larangan, norma dan kepercayaan yang dominan atau nilai “tak
tersentuh” lainnya. – [fr.wikipedia.org/wiki/
Iconoclasme]
Selanjutnya,
munculnya kelompok Orientalis/Barat. Penolakan terhadap prinsip dasar Islam
tentang Nabi Muhammad dan Al-Qur’an - Nilai Agama Kristen bagi Barat telah
disamakan saja dengan Islam. Menghadapi kelompok ini, sikap kita (umat Islam),
memahami (dengan mengambil) hikmahnya yaitu untuk bisa "berlaku adil" terhadap peradaban lain.
Konsep
Orientalis sejak 350 tahun yang lalu adalah: Bahwa visi sekuler, humanis,
ateis, agnostik, liberal berlindung kepada Hak Azazi Manusia (HAM) tahun 1948.
Hak-Hak Asasi Manusia
(Bahasa Inggris: Universal Declaration of Human Rights - singkatannya: UDHR)
adalah sebuah pernyataan yang bersifat anjuran yang diadopsi oleh Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-bangsa (A/RES/217, 10 Desember 1948 di Palais de Chaillot, Paris).
Pernyataan ini terdiri atas 30 pasal yang menggaris besarkan pandangan Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU-PBB) tentang jaminan Hak-Hak Asasi Manusia
(HAM) kepada semua orang. Eleanor Roosevelt, ketua wanita pertama Komisi HAM
(Bahasa Inggris: Commission on Human
Rights; singkatan: CHR) yang menyusun deklarasi ini, mengatakan, "Ini
bukanlah sebuah perjanjian... [Pada masa depan] ini mungkin akan menjadi Magna
Carta (Undang-Undang Dasar) Internasional." [id.wikipedia.org]
Sementara
itu Ummat Islam meluncurkan Cairo
Declaration on Human Right in Islam, 5 Agustus 1990. Deklarasi tidak
ekslusif (partikular), mengutamakan perlindungan manusia, menjauhi diskriminasi
dalam berbagai bentuk dan melarang eksploitasi manusia.
Deklarasi Kairo
tentang Hak Asasi Manusia dalam Islam adalah deklarasi hak asasi
manusia yang diadakan di Kairo, Ibukota Mesir pada tahun 1990 oleh Organisasi
Konperensi Islam (OKI) dan diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Deklarasi ini merumuskan poin-poin hak asasi manusia dalam perspektif
nilai-nilai ajaran Islam. Dalam deklarasi ini, terdapat sekitar 25 pasal yang
sebagian besar mengutip dari Al-Qur’an, sebagai dasar acuan dan sumber ajaran
nilai-nilai Islam. [id.wikipedia.org/wiki]
Konsep
ateis, menurut Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, karena lemah iman dan salah ilmu.
Menyitir teolog Karen Armstrong, bicara ilmu apa saja asal jangan membawa-bawa (nama)
Tuhan.
Di
Amerika, meski bertolak belakang, bahwa agama dan politik harus terpisah, agama
justru berperan dalam rekayasa politik. Peranan gereja seperti halnya ditahun
80-an. Dualisme yang kontradiktif namun digunakan secara bersamaan. Sikap
mendua. Karena adanya pendapat yang dari munculnya dua filsuf Islam yang
berpengaruh di barat, Ibn Rusyd dan Al-Ghazali.
Kesimpulan Dan Bahasan Tanya Jawab De-Westrenisasi
Dalam
pasal “Tanya - Jawab” yang berintikan kepada masalah-masalah hubungan Islam dan
Barat, kesalahpahaman, kelompok mahasiswa Muslim yang tergiur mengusung Rasionalisasi,
Sekularisasi dan Liberalisasi Islam. Sekaligus, penekanan pentingnya pendidikan
Islam agar umatnya bersatu.
ISI DARI BAB KEDUA
DELIBERALISASI
DELIBERALISASI
Liberalisme
Menurut Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, Liberalisme adalah suatu ideologi politik yang berpusat pada individu dan gencar diusung
pada abad ke 19 di Eropa yaitu: Memiliki hak dalam pemerintahan; Persamaan hak dihormati; Hak
berekpresi dan bertindak; Etika sosial
yang membela kebebasan dari ikatan-ikatan agama, ideologi dan kesempatan.
Akibatnya, peradaban Barat memisahkan agama dari
urusan sosial dan politik, dan menjunjung tinggi Sekularisme, Pluralisme, Persamaaan
dan Relativisme.
Peristiwa 11 September 2001 sebagai media atau platform gerakan liberalisme terhadap
Islam. Di Indonesia, Sikap kritis terhadap Islam melalui kelompok-kelompok Lembaga
Swadaya Masyarahat (LSM), pusat studi dan semacamnya.
Perlawanan Terhadap Liberalisme
Kajian terhadap wacana tokoh liberal adalah bahwasanya: Metodologi,
framework, konsep dan teori mereka, bertentangan dengan tradisi intelektual
Islam.
Pemikiran Liberal untuk mewujudkan masyarakat
sipil (civil society) dengan “Jargon”
(semangat atau paham atau menggunakan paham) Liberalisme seperti: pluralisme,
multikulturalisme, kesetaraan jender, feminisme, demokratisasi, humanisme,
kebebasan, hak asasi manusia.
Hal ini mendorong munculnya berbagai tulisan
(thesis, skripsi, jurnal, buku-buku) untuk menjelaskan kedekatan Islam dengan
ide-ide, konsep dan sistim masyarakat sipil seperti tersebut diatas - tujuan jangka panjangnya untuk mengubah keyakinan umat Islam, dalam pengertian sama dengan paham liberalisme seperti yang disebutkan itu.
Tokoh-Tokoh Liberal Dalam Dunia Islam
Dapat
disebutkan disini beberapa tokoh Liberal dalam dunia Islam seperti: Nasr Hamid
Abu Zayd, Muhammad Arkoun (Studi Al-Qur'an), Muhammd Syahrur (Hukum Islam), Syed Hossein Nasr (Pluralisme), Aminah
Wadud, Asghar Ali, Fatimah Mernisi (Feminisme), Abdullahi Ahmad an-Naim
(Politik).
Upaya mereka ini adalah membongkar aspek teologi
dan epistemologi Islam sampai ke akarnya untuk mengubah keyakinan umat Islam
terhadap Al-Qur’an, Sunnah Rasul, Hari Akhir, Otoritas Ulama, termasuk
mengembangkan Plurarisme Agama.
Dalam menghadapi “serangan gencar” seperti
tersebut diatas, kita jangan berpangku tangan. Untuk itu perlu ada kesadaran
bagi umat Islam untuk mengetahui, menjawab dan membalas (to counter) paham-paham di Barat yang dibanggakan oleh Orang
Liberal ini.
Gerakan Moderat
Gerakan
Moderat ini harus ada jawabannya terhadap usaha-usaha mereka yang me-stigmatisasi
umat Islam dengan "jargon" atau mencap sebagai Fundamentalisme dan Terorisme. Mestinya: Tidak anti bangsa semit, menentang
kekhalifahan, kritis terhadap Islam, Nabi bukan contoh yang perlu ditiru, pro
kebebasan beragama dan kesetaraan jender, menentang jihad dan supremasi Islam, pemerintah
sekuler dan lain-lain.
Gerakan Pluralisme dan Toleransi
Menggunakan
jargon-jargon: Toleransi masing-masing agama, ras, suku dan kepercayaan
berpegang pada prinsip masing-masing dan menghormati prinsip dan kepercayaan
orang lain; Tidak berpegang pada dasar apapun; Tidak ada kebenaran tunggal; Bahkan
kebenaran itu tidak ada; Tidak boleh memiliki keyakinan bahwa agama dan
kepercayaan mereka benar atau paling benar.
Kebebasan Penistaan, Penghujatan, Dan Desakralisasi Teks
Dicabutnya
UU no. 5/1969 tentang larangan menista agama; Penghinaan terhadap agama tidak
ada hukum dan aturannya. Padahal kebebasan menista pada akhirnya menista
kebebasan itu sendiri (kebebasan orang lain); Munculnya penistaan terhadap simbol-simbol
agama atas nama kebebasan berbicara; Penafsiran berbeda dan keraguan terhadap
Al- Qur’an.
Menurut Dr. Hamid Fahmy Zarkasi bahwa:
Pluralitas agama, kultur dan budaya adalah sunnatullah, tapi doktrin pluralisme
adalah doktrin peradaban Barat yang mencoba membangun persamaan dari perbedaan
bahkan cenderung menghilangkannya; Islam adalah agama yang memberi rahmat bagi
penduduk alam semesta; Rahmat Islam adalah kekayaan kopsep yang mencerminkan
pandangan hidup; Konsep-konsep asing dapat terakomodasi dalam Islam; Islam
tidak datang ke suatu negara untuk menguras harta mereka, justru memakmurkannya;
Islam bertentangan dengan prinsip pluralisme agama tapi memiliki rasa toleransi
yang tiada bandingannya; Islam adalah agama eksklusif, sebab selain jalan Islam
tidak dianggap selamat.
Kesimpulan Dan Bahasan Tanya Jawab Liberalisasi Pemikiran Islam
Perlu
kebajikan untuk mengalahkan kejahatan dan kekerasan; Perlu pemahaman dan
kesadaran yang kuat untuk menjawab dan membalas gerakan “isme” yang tidak
sesuai dengan ajaran dan tuntunan dalam Islam;
Perlu berjihad secara intelektual untuk
memerangi pemikiran-pemikiran yang menyesatkan; Perlu dukungan yang kuat kepada
MUI dan fatwa-fatwanya.
PENUTUP
Demikianlah
pembahasan buku Misykat ini dibawakan (disampaikan) dengan baik oleh Andang
Purnama menggunakan presentasi Microsof Powerpoint, seselesainya penyampai
ditanggapi oleh peserta buku yang bersifat pertanyaan dan penjelasan tambahan.
Sebelum
dimulainya bedah buku yang pertama. Penulisnya. Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi - selama 5
menit melalui rekaman telepon, menjelaskan pokok dari isi buku Misykat ini, dan akan dilanjutkan (sedang dipersiapkan) penulisan berikutnya yang menjelaskan konsep
Islam – sebagai rahmat bagi alam semesta. Fasilitas percakapan dari penulis
buku Misykat ini dapat terselenggara oleh kawan sealmamaternya dari Universitas of
Birmingham, United Kingdom yang menjadi peserta bedah buku di IMAAM Center yang
diadakan setiap 2 minggu sekali.
Tanggapan
oleh peserta buku umum bersifat pertanyaan,
dan penjelasan tambahan. Bahkan ada “sanggahan” dari peserta mengenai
tokoh-tokoh yang dianggap liberal oleh penulis buku ini. Selanjutnya
diterangkan oleh peserta buku juga bahwa memang orang tersebut mempunyai
pemikiran yang tidak persis sama seperti yang dikehendaki Islam. Terma-terma
menggunakan jalan fikiran Barat atau Sejarah Barat dalam pengalamannya beragama
yang tidak sama dengan Islam. Yang lainnya adalah penjelasan atau penegasan tambahan
dari peserta untuk menjelaskan Sejarah Barat masa abad tengah dalam beragama
dengan Sejarah Islam di abad tengah berbeda. Pengalaman Barat yaitu: Barat maju
(teknologinya) karena meninggalkan agamanya, sebaliknya dari pengalaman sejarah Islam. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM