Pengarang:
Ian Almond
Penerbit:
Harvard University Press
Tahun
: 2009
Pembedah
: Abdul Nur Adnan.
Bedah Buku: Di IMAAM Center, tanggal
31 Desember 2016
D
|
i zaman kita sekarang ini, persepsi yang keliru
mengenai perbedaan sekuler antara Islam dan Kristen adalah, Kristen itu identik
dengan Eropa, yang maju, kaya, warganya terdidik dan yang mempunyai nilai-nilai
kehidupan yang luhur; sedang Islam itu segala sesuatu yang berada di luar
Eropa, terutama di kawasan yang sekarang dikenal sebagai Timur Tengah, yang
mewakili keterbelakangan, dan nilai-nilai hidup yang rendah.
Sudah tentu itu persepsi yang keliru seperti
ditunjukkan dalam buku Ian Almond, TWO FAITHS ONE BANNER (Dua Kepercayaan, Satu
Bendera) terbitan Harvard University Press tahun 2009 ini. Penulis buku ini
menjadi dosen sastra selama 6 tahun di Turki. Elemen Islam (juga Yahudi) selalu
hadir dalam sejarah Eropa sejak awal, kata pengarang. Bahkan secara etimology,
kata “Eropa” dan “Arab” memiliki akar kata yang sama. Arab, dari akar kata ereb, dari bahasa Semit yang artinya
barat, kegelapan atau ‘descent’. Karya-karya sastra awal dari
pengarang-pengarang, seperti Boccaccio
(1313-1375- Decameron) dan Chaucer (1340-1400 –The Canterbury Tales),
apalagi karya Dante Divina et Comedia, jelas
pengaruh Arabnya.
Pada abad X, terdapat bukti tentang adanya
hubungan antara wisatawan-wisatawan (traveller)
Arab dan penduduk Eropa, Vikings, pedagang-pedagang Muslim sudah sampai Praha, dimana lambang Khalifah Muslim
terdapat di mata uang Anglo-Saxon dan pasukan Muslim dari Afrika Utara mencapai
kota Poitiers, tidak jauh dari Paris.
Percampuran
antara warga yang berkeyakinan Islam dan yang berkeyakinan Kristen sudah
sedemikian rupa, sampai terjadi keadaan tanpa risih untuk melakukan aliansi
lintas agama untuk menghadapi lawan bersama yang kadang-kadang identitas
keagamaannya sama. Misalnya penguasa sebuah provinsi Muslim yang Muslim
beraliansi dengan penguasa Kristen dari provinsi lain untuk menaklukkan Negara
Kristen lain atau sebaliknya.
Ada
sekurang-kurangnya 3 kategori aliansi lintas agama di Semenanjung Iberia dalam
abad ke X itu, menurut Almond. Ketiga kategori itu adalah:
Pertama, aliansi yang semata-mata
politis sifatnya. Kerjasama ini dijalin karena ada kesempatan. Tidak ada rasa
simpati secara kultural atau ideology di antara pemimpin-pemimpinnya atau di
antara tentaranya sendiri. Mereka kadang-kadang tidak saling bertemu, tapi
masing-masing melakukan pertempuran di wilayah lain, menghadapi musuh yang
sama.
Kedua, aliansi bersahabat. Ada ikatan
psikologis. Memang ada kebutuhan politis tapi antara penguasa sudah terjalin
rasa persahabatan. Contoh aliansi antara Kaisar
Byzantin Kantakouzenos dan Umur Pasha, seorang pangeran Muslim
dari kawasan Turki, Aydin. Kantakouzenous sampai menawarkan putrinya kepada
Umur Pasha, tetapi sang Pasha menolak, karena dia merasa Kantakouzenos sudah
seperti saudara sendiri.
Ketiga, aliansi dimana penguasa Muslim
dan Kristen memiliki tingkat budaya dan bahasa yang setara. Contoh: orang-orang
Arab Sicily yang mempunyai bahasa yang sama dengan warga Italia Kristen
tetangganya bekerjasama menghadapi tentara Prancis di Lucera. Demikian pula
warga Muslim di Zaragoza yang membantu orang-orang Kristen Castilia dalam abad
ke 11 melawan tentara Kristen Aragon. Realpolitik dan terutama kesamaan budaya
–bahasa, makanan, pakaian, alam – menjadi sebab dua tentara dari kepercayaan
berbeda bertempur di bawah satu bendera.
Kemudian
ada 3 lagi macam kerjasama:
Pertama, “kerjasama” antara Negara yang
ditaklukkan dengan Negara yang menaklukkan. Negara yang ditaklukkan itu disebut “vassal”.
Vassal ini Negara yang kalah perang, yang harus tunduk kepada Negara
yang mengalahkan. Kaisar-kaisar Byzantin sering dipaksa membantu
penguasa-penguasa Usmani (Ottoman) mengalahkan musuh-musuhnya. Ribuan tentara
Serbia dipaksa membantu tentara Turki menaklukkan Constantinopel. Namun
kerjasama itu tidak harus merupakan paksaan. Seperti kerjasama antara Alfonso
VI dan vassalnya al-Mu’tamid dari Sevilla, dimana seorang pangeran Serbia
menyelamatkan putra Sultan Turki dalam Palagan Ankara.
Kedua, Kerjasama antara “mercenary” dan
penguasa yang membayarnya. Inilah yang paling sering terjadi, dimana tentara
Kristen bergabung dengan tentara Muslim memerangi musuh penguasa Muslim atau
sebaliknya. Janji akan dibayar dengan emas, rampasan perang, tanah dan makanan,
merupakan daya tarik yang kuat dari kedua belah pihak. Dalam Perang Salib, ada
tentara Muslim yang bergabung dengan Tentara Paus, juga ada tentara Kristen
yang ikut dalam gerakan-gerakan Tentara Turki.
Ketiga, kerjasama dengan kaum tertindas
(serf), yaitu petani. Kelompok ini
adalah kelompok paling nista, sering dipukuli,dicambuk dan dibiarkan kelaparan
oleh “Christian Landlords”, sehingga
dengan mudah dimintai bantuan oleh tentara Turki di Hungaria, yang menjanjikan
segala kesenangan.
Yang
ingin ditonjolkan buku ini adalah “ bagaimana Muslim selalu terlibat dalam sejarah Eropa, dari sejak paling awal.”
Penaklukan
Muslim atas Spanyol
Penyerbuan pasukan
Muslim terhadap Spanyol adalah atas permintaan
kelompok Kristen. Di semenanjung Iberia, sudah selama 300 tahun hidup
sebuah suku bernama Visigoth. Mereka minta bantuan penguasa Bani Umayyah di
Damaskus untuk mengalahkan seorang raja saingannya. Dikirimlah seorang
jendralnya, Tariq bin Zaid (711). Selama
20 tahun tentara Muslim berhasil menaklukkan wilayah sampai ke Prancis Barat
Laut. Mereka berada di Spanyol sampai tahun 1492.
Afrika
Utara diIslamkan selama 50 tahun, dan penduduknya, suku Berber memeluk Islam
sunni yang fanatik. Tentara Berber ini juga ikut menyerbu ke Spanyol. Ketika
tentara Berber memberontak di Andalusia (Spanyol oleh orang Islam ketika itu menyebutkannya
Al-Andalus atau Andalusia),
1008-1010, Grenada berhasil diduduki. Golongan Arab Andalusia dibantu oleh
penguasa Kristen Barcelona, sementara pasukan dari Castile (Kristen) membantu
pemberontak Berber. Aliansi lintas agama seperti itu dalam abad ke 11 “were norms, not exception.”
Dalam abad ke XI itulah
terlihat Kekhalifahan Islam di Spanyol mulai retak. Kesinambungan penguasa
Muslim di Spanyol sejak 756 berlanjut sampai 1013 ketika pengganti khalifah
Umayyah di Spanyol, Hisham II hilang (diperkirakan tewas dalam pemberontakan
orang-orang Berber yang mengobrak-abrik Granada). Kekhalifahan pecah menjadi taifa (mini-states) yg sudah tentu lemah dan dijadikan mangsa oleh
kerajaan-kerajaan Kristen yang telah menanti-nanti saat ini tiba. Antara taifa
itu saling berseteru dan mereka tidak segan-segan membayar tentara Kristen
untuk membantu mereka menaklukkan taifa
lainnya. Pada saat itu terdapat 23 mini states
(taifa) (1009 – 1090 – era Taifa). Pada akhir abad XI itu taifa berakhir riwayatnya ketika tentara
Berber menaklukkan Andalusia.
Contoh
kerjasama tentara Muslim dan Kristen di Andalusia: Emir of Cordoba Al Hakam I
(w 822), penguasa pertama Muslim di Andalusia yang merekrut tentara bayaran
Kristen ke dalam Angkatan Bersenjatanya. Al Mansur dalam abad ke X dalam 52
ekspedisi militernya merekrut tentara Kristen dalam jumlah besar. Masuknya
tentara Kristen dalam Aangkatan Bersenjata Muslim ini berlangsung sampai abad
ke 14 ketika penguasa Muslim harus berhadapan dengan kekuatan Kristen. Paus
sampai mengancam akan meng-ekskomunikasi mereka yang perang di pihak Muslim,
tapi tidak banyak yang mengindahkan.
Contoh
sebaliknya: Tentara Muslim yang bergabung atau bekerjasama dengan tentara
Kristen. Tahun 777, Yusuf dari Zaragoza berusaha membentuk koalisi dengan
Charlemagne (Raja Italia, Kaisar Pertama Holy Roman Empire). Tahun 933, Muslim
di kota Huesca menolak membantu tentara Muslim dalam pertempuran di Simancas. Tahun
1009 tentara Berber berhasil merangkul Raja Sancho Garcia (Kristen)
menggulingkan pemerintahan di Andalusia. Sekitar tahun yang sama penguasa
Toledo, Dhu An-Nunids menggalang aliansi dengan Kerajaan Kristen Navarre, dalam
perang melawan penguasa Muslim di Zaragosa.
Begitulah
seterusnya dalam buku ini diceritakan saling membantu yang dilakukan oleh
sekelompok tentara Kristen dengan penguasa/tentara Muslim dan sebaliknya di
Spanyol, Italia, Yunani dan Hungaria.
Kesimpulan
Penulis Buku Ini:
1. Sejarah Eropa adalah sejarah tiga agama,
Islam, Yahudi dan Kristen, tidak seperti sekarang, seolah-olah Eropa dari
permulaan sudah Kristen.
2. Aliansi terjadi karena:
a.
Merasa sama-sama terancam oleh kekuatan yang akan melakukan penyerbuan.
b. Menghadapi musuh bersama (Kaum
Protestan Elizabethan mendorong emirat Afrika Utara untuk mengganggu Spanyol yang Katholik; Protestan dan Islam
sama-sama tidak senang dengan keberhalaan Paus, “Papish Idolatry”).
c. Keuntungan ekonomi yang akan
diperoleh kalau melakukan kerjasama, meskipun dengan kekuatan agama lain.
Mercenaries dan petani miskin yang tidak mempedulikan agamanya membantu kekuatan
dari agama lain. (Orang-orang Croatia dan Georgia yang Kristen membantu tentara
Usmani).
d. “Ideosyncratic reasons” (Alasan
aneh), bukan karena alasan politik, ekonomi atau budaya, tetapi affection, marriages, curiosity, fascination
and friendship. Dalam hal friendship ini, bisa disebut persahabatan antara
Kantakouzenos dan Umur (Umar?)
e. Adanya “shared culture, a common language or a set of values” mengesampingkan agama dalam menghadapi musuh
bersama. (Muslim di Kerajaan Zaragoza yang telah lama berdiri di Andalusia,
dimanfaatkan oleh penguasa Kristen dari Kerajaan lain untuk menjadi mata-mata
di daerah Kristen lain di Spanyol yang akan ditaklukkan).
3.
Obsesi publik di Eropa terhadap terorisme, imigrasi dan pencari suaka sekarang
ini mengalihkan perhatian orang terhadap bahaya yang sesungguhnya, yaitu – “large-scale takeover of our public
structures by a small number of corporate and business elites.” □□□